Kamis, 29 November 2012

Jika TUHAN Menghendaki

Baca: Yakobus 4:13-17

Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu (Yakobus 4:15)


Bacaan Alkitab Setahun:
Kejadian 1-3


Hidup di dunia itu singkat. Kata pepatah Jawa, “urip mung mampir ngombe” [hidup itu hanya mampir minum]. Gambaran hidup manusia dalam Alkitab juga sama singkatnya. Seperti suatu giliran jaga malam, seperti mimpi, seperti bunga dan rumput, seperti angin dan bayangan (Mazmur 90:4-5; 103:15; 144:4). Bacaan hari ini melengkapinya. Seperti uap! Sebentar ada lalu lenyap (ayat 14).

Bagaimana harus menata hidup dalam waktu yang seperti “uap” ini? Rasul Yakobus menasihatkan agar umat percaya tak mengandalkan diri sendiri, tetapi memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan (ayat 15-16). Kita melakukan ini dan itu “jika Tuhan menghendakinya ....” Ungkapan ini jelas bukan hanya bagian dari sopan santun agar seseorang terlihat rendah hati dan rohani atau alasan menghibur diri menghadapi berbagai ketidakpastian. Namun, merupakan ekspresi ketundukan pada kedaulatan Tuhan mengakui bahwa Dialah pemegang kendali atas hidup ini. Kehendak-Nya, isi hati-Nya penting bagi kita.

Dr. Michael Griffiths, dalam buku Ambillah Aku Melayani Engkau, berkata: “Kita punya satu hidup untuk ditempuh. Mungkin sudah kita lalui seperempat, sepertiga, setengah, bahkan mungkin lebih dari itu. Apa yang sudah kita lalui itu sudah lampau, dan takkan kembali lagi. Tetapi bagaimana dengan yang masih sisa? Apakah yang akan kita lakukan dengan itu?” Hidup itu singkat; tak terduga. Mari membuat perencanaan dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan pekerjaan di awal tahun ini, dengan sungguh-sungguh mengakui kedaulatan Tuhan dan menundukkan diri pada kehendak-Nya —ELS
YA TUHAN, MESKI HIDUPKU SEPERTI UAP YANG MUDAH BERLALU.
BIARLAH HADIRKU MEMBAWA AROMA HARUM DI HADAPAN-MU

Diberkati untuk Berbagi

Baca: 1 Raja-raja 21:1-16
Segera sesudah Ahab mendengar, bahwa Nabot sudah mati, ia bangun dan pergi ke kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, untuk mengambil kebun itu menjadi miliknya. (1 Raja-raja 21:16)

Bacaan Alkitab Setahun:
Kisah Para Rasul 18-19

Saya pernah melihat sekelompok orang yang bermain kartu sambil bertaruh. Di arena judi semacam itu, fokus para pemain cuma satu, yaitu bagaimana menambah jumlah uangnya. Ada tawa puas ketika bisa mengeruk uang taruhan. Mereka tak peduli jika tawa mereka berarti kemalangan bagi orang lain yang kalah. Kekalahan lawan justru akan memperlebar senyum mereka. Judi memang tidak mengenal belas kasihan.

Raja Ahab menginginkan milik pusaka keluarga Nabot, yaitu kebun anggurnya, karena dekat dengan rumahnya. Padahal, ia sebenarnya punya kebun-kebun anggur yang lebih baik (ayat 2). Ketika keinginannya tak terpenuhi, ia sangat gusar. Lalu Izebel, istrinya dengan licik merancang perampasan kebun tersebut. Kekayaannya yang banyak rupanya tak membuat mereka puas. Mereka malah memanfaatkan kekuasaan yang mereka punya untuk mengambil milik orang lain. Bukannya berbagi untuk melayani rakyat, mereka justru sibuk menambah milik mereka lagi dan lagi.

Mengapa orang seringkali sulit memperhatikan dan melayani orang lain? Karena hati dan pikirannya penuh dengan dirinya sendiri. Selama kita demikian, maka pelayanan akan selalu tidak pernah bisa keluar dari diri kita. Apakah rasa tak puas sedang menjalari hati Anda? Berusaha memuaskannya takkan ada habisnya. Kebahagiaan Anda dan orang lain justru akan digerogotinya. Pandanglah pada Tuhan dan berkat-berkat yang telah diberikan-Nya, lalu lihatlah sesama yang Dia minta kita kasihi. Dia memberkati Anda untuk berbagi.—PBS
FOKUS PADA DIRI SENDIRI MEMBUAT KITA SULIT MELAYANI.

Tuhan atas semua orang

Baca: Kisah Pr. Rasul 10:24-48
Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. (Kisah Pr. Rasul 10:34-35)

Bacaan Alkitab Setahun:
1 Korintus 1-4

Saya tidak bisa melupakan hari itu. Pemimpin ibadah kami naik ke mimbar dengan mengenakan kerudung. Seolah membaca pikiran saya, ia bertanya apakah jemaat merasa terganggu dengan penampilannya. Ia mengingatkan kami bahwa bagi jemaat abad pertama, mengenakan kerudung adalah hal yang normal, tetapi karena kekristenan di Indonesia banyak dibawa misionaris barat, tradisinya jadi berbeda. Jemaat mula-mula pun awalnya sulit menerima orang yang berbeda dari mereka.

Petrus, pemimpin jemaat mula-mula adalah contoh yang nyata. Tuhan harus memberikan penglihatan khusus sebanyak tiga kali untuk memantapkan Petrus melangkah ke rumah Kornelius (ayat 16). Bangsa Yahudi memang dipanggil Tuhan untuk memisahkan diri dari bangsa-bangsa yang jahat dan menyembah berhala (ayat 28). Namun, itu tidak berarti mereka juga harus menjauhi orang-orang dari bangsa mana pun yang sungguh-sungguh mencari Tuhan (ayat 35). Justru, kepada merekalah umat Tuhan harus bersaksi, memberitakan tentang Yesus Kristus yang ditentukan Allah untuk menghakimi dunia sekaligus memberikan pengampunan dosa (ayat 42-43). Petrus menyadari kekeliruannya yang telah memandang rendah kaum yang tidak mengikuti tradisi Yahudi (ayat 34).

Periksalah hati kita saat melihat orang-orang yang beribadah kepada Tuhan dengan cara yang berbeda dengan kita. Apakah kita cenderung menjauh dan menjaga jarak? Apakah kita cenderung berpikir negatif dan menutup diri untuk berbicara tentang hal-hal rohani kepada mereka? Kristus adalah Tuhan bagi semua orang. Dia memanggil kita untuk menyatakan kasih-Nya kepada semua orang, termasuk mereka yang berbeda dengan kita.—ITA
MENJAGA JARAK DAN MENUTUP DIRI ADALAH RESEP UNTUK MENGHAMBAT PEMBERITAAN INJIL.